Saturday 26 February 2011

Tekstur

Akhir- akhir ini gue merasa sial. Gue melakukan sesuatu tapi gue gak dapet atas apa yang telah gue lakukan. Apalagi kalo bukan lagi diuji atas kesabaran dan keteguhan hati kita kalo kita melakukan sesuatu secara benar dan pada tempatnya tetapi kita malah mendapat sesuatu yang menurut kita bukan hadiah sepantasnya. Yah, beinilah hidup, kalo kata Agnes di Chitato, “Life is never flat”. Secara tidak disadari kita memang membutuhkan kerikil- kerikil di jalan hidup kita. Hal ini yang suka dikeluhkan orang- orang padahal mereka ‘membutuhkannya’. Yang nyata aja ya, gue kalo makan gak ada yang kriuk- kriuk atau sesuatu yang tidak bertekstur, itu ngerasanya makannya gak asik karena gak ada sesuatu yang apa yah, begitu deh. Ngerti kan maksud gue? Haha tidak nyambung bukan? Bukan...

Gue dulu mengira kehidupan yang sempurna adalah kehidupan yang teratur, tepat pada tempatnya. Ternyata, tidak begitu, apa yang kita rencanakan tidak semua terlaksana. Dalam perjalanan hidup kita, pasti selalu ada ‘kejutan’ yang menghadang. Nikmati saja hidupmu.

“Nikmatilah saja kegundahan ini, segala denyutnya yang merobek hati” Melakolia- Efek Rumah Kaca

Raba, tekstur, ciptakan gestur” Balerina- Efek rumah Kaca

fainnama’al ‘usri yusro.. innama’al ‘usri yusro…
"sesungguhnya bersama dengan kesulitan, ada kemudahan.. bersama dengan kesulitan, ada kemudahan.." (Al-Insyirah : 6-7)

...Dan itu disebutkan dua kali dalam Al-Qur'an

Shoulders and Ears

Akhir- akhir ini gue sering banget smsan sama adek gue. Gak tau gue juga kenapa jadi akrab sama adek gue padahal mah dulunya gue gelut wae tiap hari. Sampe orang tua aja pusing ngedenger gue dan adek gue berantem mulu. Kemaren adek gue sms

“Teh ita, nining pengen cerita,”

Dia cerita kalo dia gak kepilih jadi pengibar bendera buat hari senin gara- gara tangannya bengkok. Hah? Gue rasa gak ada korelasinya deh. Terus kakak gue sms juga

“Ta, sebel deh ada orang resek di tempat kerja”

Dia cerita kalo ada orang resek di tempat kerjanya yang suka pamer kalo dia ngalakuin ini itu, mending cuma sekedar pamer dan gak ngerecokin orang lain, parahnya dia juga suka jelek- jelekin kakak gue dan tukang ngadu ke atasan.

Gue bisa apa selain memberikan saran yang kalo gue merasakan hal itu belum tentu gue bisa mendengar dengan baik saran- saran dari orang.

Ini yang gue suka, bukan..bukan..bukan karena saudara perempuanku diledek. Tapi, kita membicarakan tentang kejadian sehari- hari. Pembicaraan antara adik- kakak. Saling curhat atau membicarakan hal- hal konyol. Secara disadari tau tidak, itu meminimalisasi faktor penyebab diare eits maksud gue percekcokan antar saudara..weehhh berat amat ya omongan gue. Dan dari situ, kadang kita bisa merefleksikan diri kita itu seperti apa. Kadang gue suka ngerasa malu kalo gue suka mengeluh sedangkan adek atau kakak gue sepertinya kuat menghadapi suatu masalah. Yah, itulah gunanya saudara, they always provide two shoulders to rely on and two ears to listen to. Sayangilah saudaramu.

He Said "Ibu Guru."

Sebenernya hari ini gue lagi gak enak badan gara- gara kecapean gak tidur ngejar proposal skripsi. Tapi, yah hasrat untuk menulis tinggi banget. Sekarang gue gak bisa mungkirin lagi kalo menulis adalah my best escape buat semua masalah- masalah yang ada. Gue belom cerita yah kalo minggu- minggu ini gue mulai untuk praktek mengajar di SMA (disebutin gak yah hehe), yah pokoknya di salah satu SMA di Bandung yang berlokasi di jalan Ir. H. Juanda, depan Burger Rocks hah sama aja ini mah, pasti bisa nebak haha. Katanya itu adalah salah satu sekolah terfavorit di Bandung. Salah satu personel vocal group aja yang katanya berisikan tujuh pria bertalenta itu yang lagi happening gillla (baca ala alay, huruf 'L' nya Qalqalah Qubro), sekolah disitu. Hiddih, sungguh sangat tidak penting sodara- sodara! Sekolahnya memang bagus, peraturannya juga lumayan ketat, tapi kalah ketat kok sama bajunya Bang Saipul Jamil.

Awal- awal sih masih kaget harus bangun jam 4 karena jam 6.45 harus udah di sekolah. Dan sodara- sodara, akhirnya gue upacara lagi setelah kira- kira 2 atau 3 tahun tidak melakukan kegiatan rutin di senin pagi itu. Gue dapet kelas XI IPS 2. Gak jauh- jauh dari stereotype anak- anak IPS yang rata- rata berisik dan susah di atur. Tapi, yang ini gue rasa wajar- wajar aja, mereka memang agak susah untuk diajak serius, mereka pengennya suasana belajar yang nyantai. Gue ngajar senin dan selasa, kamis gue piket. Entah kenapa gue didaulat jadi PJ (Penanggung Jawab) piket hari kamis, padahal gue bisa apa dan anak cowok juga banyak, kenapa gue yang dipilih, agak bĂȘte sih. Tapi yaudahlah, take this chance and prove them all that I can do this challenge *sungut berapi-api Awalnya gue megang ekskul Angklung tapi karena Meta (temen PLP, ngajar bahasa jepang) pengen jadwal hari sabtu karena hari jumatnya dia bimbingan skripsi, tukeran deh ama gue yang katanya jadwal ekskul Hiji (Jurnalistik) hari jumat. Alhasil gue megang ekskul Jurnalistik itu. Wow, jurnalistik, gue sangat tertarik dengan bidang ini sebetulnya. Kemaren juga udah ngobrol- ngobrol dengan ketua ekskulnya. Dan strereotype pun kembali terbangun, rata- rata sama tau tipenya anak- anak atau ketua mading, jurnalistik atau apa lah yang berhubungan dengan kewartawanan. Tipenya mirip haha. Kayak temen SMA gue si Naning yang dulunya juga megang ekskul mading haha. So far, this runs so well. *backsound: "You know me so weeellll" Gue mulai mengikuti ritme pekejaan gue yang ini. Memang, semua butuh pembiasaan. Semoga seterusnya lebih baik lagi, aminn.

Melihat murid- murid gue senang adalah salah satu hal yang berharga dan gue impi- impikan, terlepas dari gue benci mengajar. Yah, memang gue masih tidak bisa menerima kalo gue ini teacher to be. Tapi, ketika gue melihat mereka tertawa, senang, apalagi senang belajar bahasa inggris, semua itu bikin hati gue memuncak bahagia. Mendengar mereka menyapa “Hallo Ibuuuu…” atau “Dadah Ibu…”. Jadi inget Tata, anak murid di tempat kursus gue dulu yang selalu menyapa “Kak Juwitaaaa…”. Itu tuh hal kecil yang bisa bikin mood gue back on the track tau gak. Cobain deh mengajar hehe. Mengajar itu sebenernya menarik hanya perangkat- perangkatnya saja yang bikin ribet. Harus menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), baju formal, sepatu ketak- ketok, ahh ribet. Gue gak terlalu suka atribut- atribut seperti itu yang bisa membentuk jarak dan hirarki yang tak terlihat. Tapi mau gimana lagi, terima aja lah. Semoga gue bisa menjalani ini dengan baik sampai bulan Juni nanti amiiin.

*PLP: Program Latihan Profesi, Guru PLP, Guru Program Latihan Profesi. Hallahh

Monday 14 February 2011

Konser Magis

Setelah sekian lama, akhirnya tadi malem bisa mengobati kerinduan gue akan gigs. Yup, Efek Rumah Kaca (ERK) adalah band yang gue nanti- nantikan untuk perform di acara MAKMA di Universitas Katholik Parahyangan. Gue kesana bareng Agung untuk ketemuan dengan Milta, Amie, dan yang lainnya. Kita menclok dulu di stand yang menjual berbagai merchandise ERK, yang dijaga oleh bang Aco. Eh kita malah ikutan jualan disitu. Banyak mulai dari kaos- kaos ciamik, CD, dan yang lain.

Tentunya harus bersabar dulu untuk melampiaskan kekangenan gue yang memuncak ini. Yup, gue harus menyaksikan acara- acara yang telah diprogramkan dulu sebelum berteriak bersama ERK. Mulai dari dance- dance, drama, sampai band Belankangka dan Sarasvati. Yang terakhir ini udah dikenal banget dengan lirik dan syairnya yang terdengar magis. Dari awal sang vokalis masih tergabung dalam band indie Homogenic, dia memang terkesan beda. Di album pertama yang sering gue denger, memang sih kesannya dia membawa dunia lain ke lagu- lagunya. Ditambah cerita Milta yang memang tau dari blognya. Entah kenapa sang vokalis ini keluar dan digantikan. Dan ini berefek pada tone di lagu- lagu Homogenic setelahnya.

Tadi malam adalah gue perdana nonton Sarasvati secara live, emang gak tau juga sih lagunya. Dan mereka sukses membuat bulu kuduk penonton merinding, aroma magisnya lekat banget, lagunya seakan membuat ‘mereka yang lain’ datang diantara kita. Ditambah kostum vokalis yang berwarna merah darah, lagu yang tiba- tiba paused, alunan ‘nyinden’, body language sang vokalis yang penuh gaya mistis juga dia menamakan diri sebagai kuntilanak dan anak kecil yang bernama Peter menghiasi panggung mistis itu. Hmmm…

Akhirnya ERK beraksi juga setelah usaha kita meraung- raung MC yang sepetinya sudah tidak ada ide lagi mau ngapain di atas panggung. Seperti aksi panggung yang sudah- sudah, mEReKa selalu bisa membius kita dengan lagu- lagunya. Menurt gue, ERK juga punya aura magis tapi berbeda konteks dengan Sarasvati. mEReKa sanggup menghadirkan dan menciptakan suasana yang bisa menaik-turunkan mood kita. Berteriak akan kemunafikan sampai ber-Melankolia akan kemurungan. Dan gue gak mau melewati kesempatan ini dengan tidak bernyanyi sekeras- kerasnya, sampe Agung ngeliat lagi ke muka gue. Haha, aneh kali yah biasanya gue diem ini brutal banget.

Konser selesai dengan ledakan kembang api. Dan kita pun menunggu untuk bertemu dan berbincang dengan mereka. Sebenernya sih gue yang pengen banget, soalnya kangen banget udah lama gak ketemu, sekalian mintain tanda tangan buat adek gue yang entah kenapa tiba tiba suka indie terutama Efek Rumah Kaca. Parahnya lagi, dikira gue standar lah orang yang baru suka ERK paling sekitaran ‘Balerina’ atau ‘Desember’, gak taunya lagu pertama yang disukainya ‘Kamar Gelap’, parah! Sebernnya sih agak malu gue, milta juga sempet menciut soalnya kita udah keseringan. Hehe…Setelah obral- obrol singkat, kita juga diajak makan bersama mereka tapi kita menolak dengan ragu haha, akhirnya bang Cholil (vokalis) merasa iba dengan muka melas kita dan ngasih jeruk ke Arief. Pulangnya, Milta bareng Arief naek motor, gue dan Agung tadinya berniat untuk naik angkot. Karena angkot tak kunjung datang, kita jalan dari Unpar sampai McD setiabudhi, huh betis pecah. Hehe gak ding kan gue udah berpengalaman *bangga. Akhirnya ada juga angkot, sampailah di kostan. Sangat lelah malam itu. Niat jogging di minggu pagi pun dibatalkan tanpa pertimbangan hehe.

Menjadi Semangat

Entah dari mana datangnya, ada berbongkah- bongkah semangat yang disuntikan ke dalam diri gue. Gue merasa bangkit, merasa sangat jauh lebih baik. Entah apa pula yang membuat gue tersadar kalo hidup gue ini sempurna. Gue ini dikelilingi keluarga dan teman- teman terbaik gue. Gue merasa tertantang untuk menghadapai semua ini. Masalah ini kenapa terasa mengasyikkan untuk dipecahkan. Entah. Alhamdulillah…

Sekarang gak ada lagi yang bisa menghentikan semangat gue untuk maju. Semangat gue untuk skripsi, untuk hidup seimbang, untuk membuat diri gue lebih berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan orang- orang yang gue cintai. Tidak bisa dipungkiri, stress seringkali datang, tapi ingatlah tujuan kita. Itu sih cuma kerikil kecil *songong haha. Harus punya target, obsesi, dan disiplin, maka gak ada lagi yang bisa menghalangi kita. Begitulah kata Mario Teguh. Semangat teman- teman.

”Lekas bangun dari tidur berkepanjangan dan nyatakan mimpimu, cuci muka biar terlihat segar.” Menjadi Indonesia- Efek Rumah Kaca.

Plagued

Kali ini saya benar- benar merasa menjadi orang paling bodoh sedunia! Yang cuma bisa menyesal atas apa yang telah terjadi. Apa coba? Bodoh sekali saya hanya demi satu hal saya relakan untuk menunda hal yang saya dambakan. Satu hal yang belum pasti, satu hal yang payah, satu hal yang FUCK! Seharusnya dari awal saya sadar akan semua ini. Kenapa ini selalu terjadi dengan saya? Keledai saja tidak pernah mau jatuh ke lubang yang sama? Saya berkali- kali terjebak kedalamnya. Kalau bukan bodoh apalagi namanya? Kali ini saya benar- benar membenci diri saya, mengutuk sumpah serapah ke dalam diri saya secara bertubi- tubi.

Jangan sebut- sebut “rumah”, “pulang” atau kata yang maknanya tertuju kesitu. Saya akan mengutuk siapapun itu. Sensitivitas sedang merasuki diri saya seutuhnya. Jadi kalau anda marah, saya juga tidak akan bertanggung jawab atas hal tersebut. Terlebih beberapa potongan pesan yang membuat saya berontak.

“Belum pulang? Parah!”
“Kemaren- kemaren lu ngapain aje?”
“Kirain kemaren pulang?”

Saya yakin anda menganggap saya “lebai’ atau “sepele” tapi yang tau perasaan saya ya saya sendiri. Belum pernah saya separah ini. Bahkan buku yang didaulat sebagai “the best escape” pun tidak bisa me-recover perasaan ini. Belum pernah saya membuang-buang tenaga menangis lama begini. Saya kangen sekali dengan keluarga saya. Masa bodoh teman- teman saya mau menganggap saya lebai, eksplisit atau apa namanya. They don’t know what I feel. They never know.

Written in January 26, 2011 at 22:00 p.m when I’m fully tortured.

Friday 11 February 2011

Malam Ketika Itu

Sore tadi sepulang dari test TOEFL (Test of English as a Foreign Language) di ITB, gue berehenti di tukang rujak yang mangkal di samping masjid deket kostan. Sengaja gue pesen pedesnya yang banyak, biar otak ini sekalian terbakar seiring pasca diperes di test tadi. Gak ding, soal yang di ITB jauh lebih mudah dari yang di UPI. Sudah- sudah lupakan tes mematikan itu. Pas lagi beli rujak, pandangan mata gue tertuju kepada anak- anak kecil seumuran 7 atau 8 tahun sedang menghafal hadits bersama yang dipimpin oleh seorang anak kecil gempal berkerudung, sangat lucu. Ini pemandangan yang menyejukkan, batin dan mata. Bukannya gue sok alim, tapi ini yang gue rasakan. Udah lama gue gak melihat pemandangan ini, apalagi di daerah perkotaan yang disana- sini pusat perbelanjaan yang selalu penuh sesak. Gue berasa tertarik ke masa- masa dulu. Teringat ketika, waktu sehabis maghrib adalah waktu favorit untuk keluar rumah dan bermain walaupun seringkali dilarang. Karena waktu itu, waktu dimana diramaikan oleh anak- anak yang akan mengaji di surau. Ramai dan berisik di jalanan. Tapi gue suka. Emang sih mengaji bukan tujuan utama gue, hehe gue lebih tertarik untuk bermain petak umpet sebelum guru ngaji datang dari masjid. Setelah mengaji, gue suka sedih karena gue gak bisa main lagi dan harus pulang. Kalo ngeliat sekarang, sangat jauh berbeda. Malam tak lagi ramai, kalopun ramai bukan karena aktivitas mengaji yang sekarang dianggap kuno. Malam diramaikan dengan hilir mudik ke tempat hiburan. Sistem sudah berbeda, anak- anak sekarang lebih tertarik dengan permainan indoor yang tidak terlalu membutuhkan teman untuk memainkannya. Kemana malam yang penuh warna itu? Gue kangen sama masa- masa itu dimana malam menaungi arena bermain kita.

NB: Ngomong- ngomong ITB, baru 2 kali gue kesana. Itu pun yang hanya untuk kepentingan tes toefl aja. yang pertama daftar toefl dan yang kedua untuk tes toefl. BLAH. Setelah gue perhatikan, gue gak terlalu menemukan banyak sepeda motor terparkir, malah dimana- mana ada sepeda. Orang- orang bersepeda kesana kemari. Gue iri.

Raja dan Ratu

Sudah lebih seminggu usia pernikahan sepupu gue yang dirayakan 2 Februari kemarin. Ada kata- kata yang menarik perhatian gue dan sering dilontarkan terutama tukang riasnya. “Duh, cantiknya jadi ratu sehari hari ini mah!”, “Duh pangling, cantik banget, bener- bener jadi ratu hari ini!” Enggak, gue gak iri sama sekali dengan didandani dan julukan ratu itu, sebaliknya malah gue bertanya- tanya. Ratu? Ratu apanya? Karena didandani secantik mungkin terus disebut ratu? Apa ratu itu pake make up, kepala diganjel atau dipakein sesuatu, kembang di sana sini? Apa ratu itu Maia Ahmad dan Mulan Kwok? BINGO, You’re right! Katanya raja dan ratu bisa ngapain aja, apanya yang ratu kalo cuma bisa duduk mempertahankan postur tubuh agar terlihat sempurna, apanya yang ratu kalo dibebenai tugas menyalami semua orang yang datang, apanya yang mau kalo makan dan bahkan pipis pun susah? Yah, mungkin itu generalisasi orang terhadap ratu atau raja. Kalo versi gue, ratu sehari adalah dimana gue bangun tidur leyeh- leyeh di kasur, ngopi, ketak- ketik nulis blog, baca buku, leyeh- leyeh lagi, makan cemilan, ngopi lagi, ngirup udara seger dari balkon sambil denger ‘Spoken’-nya Pure Saturday atau ‘The Heart of Life-nya-John Mayer’, main sepeda, menikmati sore di atas genteng, pake baju belel, kembali leyeh- leyeh, nonton spongebob, masak pancake atau pasta, ketak- ketik lagi, ketawa- ketiwi sama adek- adek gue, nonton Allez Cuisine dan Aroma, ngopi lagi, baca buku, dengerin radio Prambors, dan diakhiri dengan menulis agenda untuk esok hari. Hmm…jauh dari dandan, baju ribet, dan gak bisa kesana kemari. Walau bagaimanapun, memiliki pernikahan yang sesederhana mungkin sangat sulit untuk diwujudkan, terlebih budaya kita memegang teguh kalo pernikahan itu bukan hanya antar 2 orang yang akan terikat tapi 2 keluarga (besar). Apalagi keluarga gue termasuk keluarga yang sangat menjunjung tinggi adat. Pasti lah upacara adat mah gak ketinggalan. Padahal yang mau nikah siapa sih? Dan pasti suatu saya akan menjadi ‘ratu’.

I Love You ( 2006)

Sekarang “What Can I Do-nya The Corrs lagi mengalun merdu. Kalo dengar lagu ini, saya berasa tertarik kembali ke lorong waktu masa SMA dulu, tepatnya akhir tahun 2006, selesai UAS dan menghabiskan tahun baru di salah satu rumah teman kami, Tika. Rasanya lagu ini memorable sekali. Lekat dalam ingatan saya, kita menghabiskan malam dengan barbeque-an (baca: bakar- bakaran), truth or dare, dan tawa. Juga diakhiri dengan resolusi- resolusi konyol selain lulus UAN yang terlihat normal. Haha…gelak tawa. Saya sangat rindu moment- moment itu. Walaupun kita kumpul kembali seperti dulu, dengan menu yang sama, dan tentunya truth or dare, moment-nya tidak akan sama. Moment itu yang sangat penting. Yah tahun 2006, tahun yang selalu menjadi favorit saya. Setiap detiknya berwarna dari mulai 1 January hingga 31 Desember. Bahkan, dalam akun formspring.me, tahun 2006 adalah jawaban dari pertanyaan “If you had one year to live, what year is it?”. Awalnya, saya menyangka akan datang kesialan di tahun itu karena saya dulu sangat tidak suka angka 6. Angka tanggung. Nilai aman tapi menyakitkan. Ternyata, jauh berbeda dengan apa yang ada di pikiran saya. Tiap detiknya berwarna. Menikmati senja di atas genting rumah sambil memetik jeruk limao yang waktu itu sangat lebat, click five, menari, lomba, terlambat datang ke sekolah, karya ilmiah, dan cinta (monyet). Setiap kali saya ingat ini, selalu secara sadar ataupun tidak senyum tersungging di bibir ini. Ngomong- ngomong, tempo hari saya menerima sms yang bertuliskan “I Love You”. Rasanya kalimat itu sudah asing bagi saya, lama tidak mendengar sesorang mengatakan itu kepada saya. Tentu, saya sangat senang walaupun saya tidak membalas kembali sms itu dan tidak terlalu ditanggapi. Bukan, ini bukan dari orang itu. Hey, pria yang nan jauh disana, terima kasih telah mengirimkan sms itu walaupun saya enggak ‘I Love You Too”. Hehe…

Monday 7 February 2011

I Love You Mom

I really miss my mom. Everytime I see woman on TV, on the street, I see Mom. Padahal baru kemaren gue liburan di rumah dan menghabiskan waktu bersama ibu gue. Tapi entah kenapa gue masih kangen banget sama ibu gue. Pengen terus sama- sama sama dia. Beban sebanyak apapun hilang gitu aja kalo gue lagi bareng, ngobrol, atau bahkan ngegosip bareng dia. Apapun masalahnya, gue gak pernah merasakan itu menjadi sesuatu yang berat dan penuh beban. Sekarang, gue sendiri lagi di kostan dan hawa- hawa masalah itu kembali muncul. Ditambah gue kepikiran sama adek gue yang mulai ngekost, gara- gara sekolahnya telat mulu lantaran macet. Gue kuatir banget dia takut kenapa-napa. Sekarang gue ngerasain perasaan orang tua yang awalnya ngelarang gue kuliah di Bandung. Pasti mereka juga sangat kuatir, apalagi beda daerah berkilo- kilo jauhnya, yang deket aja kuatir banget gue. Pengen banget rasanya pulang lagi ke rumah dan ngobrol sama ibu gue. Tapi tiap kali gue akan bercerita dan gue pikir akan diakhiri dengan tangisan cengeng gue, pasti gak kejadian. Mungkin karena saking nyaman berada di sampingnya seakan sudah menyembuhkan setiap luka walaupun tidak harus bercerita. Ya gue tau masalah harus dihadapi bukan dirasakan, pasti akan stress. Tapi mau bagaimana, sulit untuk menghadapai kenyataan. Tidak ada tempat untuk bercerita. Gue harap gue punya waktu untuk pulang sebelemu PLP dimulai. Kasian di rumah tinggal bapak, ibu, dan adek gue yang masih kelas 4 SD. I miss you Mom.

Play Cold

When you try your best, but you don't succeed..