Wednesday 25 April 2012

Do You Agree?

Gengsi drives you to nowhere

Gege Mengejar Cinta- Adhitya Mulya.


I agree with that, pretty much true.

Eeeaaa #2

Where do you come from? Paradise?

Surprise!

Sedang mempersiapkan kejutan kecil untuk adik- adikku. Semoga suka :)

Tidak Berhenti Ngomong

Mulut gue ini gak bisa diem. Kalau gak ngomong mulu, nyanyi mulu. hehehe

Biarin dah. 
 

Sunday 22 April 2012

Magnificient Lyrics

Love
It’s the air in your mother’s lungs
When her fathers tore her fences down
Plastic bags and the panadol was out


Love
Was a sold Gibson 335
And your father’s dream died that night
Just to keep that electricity on


And it’s the darkest side of my heart that dies when you come to me
And it’s the golden ticket I win when you kill my enemies
I hear the farthest cry and the softest sigh when I’m empty
But if you leave me I’ll hide in a game like SimCity

Oh when I die I’m alive
And when I lose I find
My identity


Son
If I died on my bedroom floor
Would you cry on your bedroom floor?
And tattoo my name underneath your arm


Love
That was alive in the olden days
Been put to death in this golden age
By our colour TV


And it’s the darkest side of my heart that dies when you come to me
And it’s the golden ticket I win when you kill my enemies
I hear the farthest cry and the softest sigh when I’m empty
But if you leave me I’ll get me gone and drown face down muddy in the water


Oh when I die…
When I die…

Die I’m alive
When I lose I find
My identity


Love
Was those dark clouds on the Friday
It was a holy shaking earthquake
And you were stuck up the tree


And it’s the darkest side of my heart that dies when you come to me
Oh it’s the golden ticket I win when you kill my enemies
I hear the farthest cry and the softest sigh when I’m empty
But if you leave me I’d hello goodbye and I don’t shine at night look I’m dead man


Oh when I die…
When I die…
When I die…

When I die I’m alive
When I lose I find
My identity



Those are the lyrics of The Middle East's song, The Darkest Side.
 P.S: tadinya saya hanya mau menampilkan beberapa penggalan, tapi tidak tega memenggalnya. semuanya membuat saya larut. 

Premonition of the Death

Beliau bersikeras ingin ikut ke Jakarta ketika saya pindah kost. Keluarga melarangnya karena kondisi yang tidak memungkinkan, ditambah dengan kamar yang akan saya tinggali di lantai empat. Beliau tidak akan kuat. Padahal sebelumnya beliau tidak pernah mau ikut kemanapun walaupun itu tujuannya bertamasya. Mengapa hanya pindahan saja ingin ikut katanya ingin lihat. Bapak berujar, "Nanti saja, kalau Ita udah pindah ke lantai bawah, mbah diajak." Ternyata beliau keburu pindah ke sedamai- damainya tempat.

Pedih kalau ingat itu....

Selamat Jalan, Nek.


Kemeja hitam itu terasa berbeda. Mungkin karena memang tujuannya jelas, tidak semata- mata ditarik keluar dari lemari dan dikenakan. Sabtu pagi itu pun berbeda. Padahal gradasi memudar warna langit yang seakan membelah kubah megah Istiqlal itu sangat rapi. Saya akui udara Jakarta pagi itu pun terasa sejuk, jalanan lengan, matahari tomat merah pun sedang berbaik hati menyemburkan sinarnya. Ah kalian tidak kompak! Tidak seharusnya saya menyalahkan alam tentang hati saya yang sedang kelabu. 

Beberapa menit sekali saya meminum air putih yang dari botol oranye itu. Habis, saya tidak tahu lagi harus berbuat apa di dalam bis yang akan membawa saya ke rumah penuh kenangan. Rumah yang tidak pernah absen dari karangan bebas tugas bahasa Indonesia usai liburan sekolah bagi kebanyakan siswa sekolah dasar. 

Sesekali bulatan air mata ini jatuh, rupanya kantung ini sudah tidak tahan menahannya. Sekuat mungkin saya menengadah agar penumpang di sebelah saya tidak menanyakan apa- apa. Memang, saya sedang enggan berbicara dengan siapapun. 

Mengalihkan perasaan dengan mendengarkan musik juga bukan ide yang bagus. Saya malah larut. Ingin segera sampai, namun tak sanggup. Kacau! Laju bus yang semakin cepat mendekatkan jarak saya dan rumah itu. Bendera kuning. Tak kuasa. 

Tangis pun pecah ketika kedatangan saya disambut pelukan ibu. Paman, kakak, ikut merangkul saya. Air mata menyatu. Saya dituntun ke dalam. Gemetar itu masih saya rasakan. Saya mendekat ke sosok yang begitu saya kenal, begitu dekat, begitu akrab. Paman yang sedang duduk mengaji di dekat wajah itu menarik saya ke dalam pelukannya. Tumpah. 

Saya menyentuhnya, menciumnya. Mengapa begitu dingin, mengapa begitu kaku, mengapa diam saja? Cucumu datang, nek. Ditariknya saya dari tubuh nenek, disuruh mengapus air mata ini. Tidak saya gubris semua itu sampai kemudian Ibu pelan- pelan membisiki saya untuk menyadari kalau nenek sudah tenang di alam sana, jangan jadikan air mata ini pemberat untuk jalan menuju Sang Khalik. 

Rambutmu masih panjang dan lebat ketika ku basuh dengan air dan mencucinya hingga bersih, wajahmu masih terlihat segar. Bibirmu masih terlihat remaja ketika lipstik ini ku bubuhkan. Nenek cantik. Terlalu cepat untuk tiada. Saya lancang! Tidak seharusnya saya membicarakan keputusan Tuhan. 

Teringat nenek selalu meminta saya untuk memasukan benang ke dalam jarum karena penglihatannya yang sudah tidak setajam dulu. Beliau memang gemar menjahit. Nasi goreng dan sambel terasi buatannya yang sangat khas. Maaf nek, saya suka protes kalau bulatan nastar nenek tidak berbentuk ketika kami membuat kue bersama menjelang idul fitri.

Ketika adzan berkumandang, ketika doa dipanjatkan, ketika jasadmu bersatu dengan tanah, ketika itu saya tersadar bahwa semua orang akan mengalaminya, waktu yang berbeda. Nisan ditancapkan, bunga ditabur, doa terus dipanjatkan. 

Satu persatu pelayat pergi meninggalkan tanah merah itu. Tanah yang mengingatkan bahwa disitulah kita akan abadi. Kami duduk sejenak, terus memanjatkan doa. Selesai. Rintik hujan mulai terasa di kulit ini, kami harus segera pulang. Melanjutkan kehidupan. 

P.S: tadinya saya mau memasang foto nenek disini, tapi sepertinya nenek tidak berkenan. :) 



Friday 20 April 2012

Suara Bapak

Gak lama bapak nelpon ngasih tau kalau ibu nginep di rumah sakit jagain nenek yang lagi opname. Walaupun kalau nelpon se RT kedengeran, tapi suara bapak bener- bener memberikan energi positif buat gue. Tapi, suara bapak kali ini kok agak beda, sepertinya ada yang gak beres. Ternyata benar, bapak sedang kurang enak badan. Bapak emang bandel kalau diingetin suruh jaga kesehatan. Dia workaholic sejati. Kalo udah kerja seharian kuat dia gak makan. :(

Bapak juga paling peka sama suara gue. Kalau serak sedikit aja atau apa gitu pasti tau, termasuk suara bantal gue yang baru bangun tidur. hehe. Kalau kayak gitu suka gak percaya kalau gue baik- baik aja, "sakit ya nong*?" dan gue gak bisa mengelak walaupun gue bersikeras berbohong kalau gue sehat walafiat. Pasti ketauan.

Tapi, kalau masalah yang sangat personal, gue lebih nyaman cerita ke ibu. Tapi (lagi), ada yang buat gue pengen nangis pas bapak telpon tadi. Gue cerita tentang kegiatan gue akhir- akhir ini, termasuk liputan olahraga tadi dan beberapa berita gue yang naik. Gak beberapa juga sih. Terus bapak bilang begini, "Terima kasih ya nong sudah membanggakan orang tua." Ya ampun it's nothing Dad if compared to what you did till I'm grown up like this. I think I'm not a good daughter who haven't given you something.

Kalau inget bapak, selalu inget lirik lagu ini

"He's no hero, but he's doing what he can trying to make me a better man
He's no hero, but he made me what I am, stop me from becoming another you"

Selamat tidur, bapak. Jangan makan Indomie rasa soto mulu, hehe.
Oya, buat nenek cepet sembuh juga ya. Tuhan, buatlah keadaanya membaik, aku mohon.

*nong itu panggilan sayang bapak ke gue. Itu dari bahasa jawa Banten sama aja dengan "neng" di bahasa sunda atau "ndo" di bahasa jawa tengah atau jogja.


Thursday 19 April 2012

Ceritakan ke Ibu

Ingin cerita ke Ibu tentang apa yang saya alami beberapa hari terakhir ini. Mengapa cerita ke Ibu? Saya lebih nyaman cerita ke Ibu karena setelah cerita yang ada ketenangan bukan kekuatiran seperti ketika cerita ke teman.


kecuali ke teman yang benar- benar terpercaya dan asli tidak dusta luar dalam. hehe.
Just saying. bebas.

Stay Cool

I just try to do what Yuni said to me, "stay cool!"
Yeah, pretty much hard to do that, though. haha.

What's Going On?

Tolong jelaskan kepada saya apa yang sebenar- benarnya terjadi?

Kelak

Aku ingin mempunyai banyak buku, biar tidak perlu susah- susah mencarikan bacaan untuk dongeng sebelum tidur anak- anakku kelak.

Wednesday 18 April 2012

Spongebob Darat

Ketika saya melewati gang dekat kost ada dua atau tiga anak kecil berujar,
"Kok Spongebob ada di darat, kan Spongbob di laut?"
Saya bingung karena sepertinya ujaran itu ditujukan kepada saya.
Oh ya..ya saya paham ketika meyadari baju yang saya kenakan hehe.

Tuesday 17 April 2012

Tangis Bahagia


Milta, mungkin sekarang ini kamu masih di dalam pesawat atau sudah sampai? Sahabat saya ini memang gemar membuat saya penasaran. Sampai keberangkatannya saya tidak dikasih tahu kemanakah dia akan pergi. Saya dibuat bertanya- tanya. Dia cuma ngasih saya petunjuk kalau dia akan ke luar negeri. Wah, saya senang sekali mendengarnya siapa tau dia ke negara- negara di Eropa Utara sana, Skandinavia. Mimpi kita. Imajinasi saya mulai liar, padang rumput, lembah, bukit, mantel, topi bulu- bulu, Bohemian scarfs and skirts, dan folk. Dia akan menikmati semua itu mengawinkan musik dengan alam. 

Dari hari ke hari saya penasaran, dia bersikeras tidak mau memberitahu katanya takut dibilang 'riya'. Kau ini, sama saya saja masih begitu, awas kau dicubit Remedy baru tau rasa haha. Sampai pada saat saya membuka blognya, saya baru tahu kemana dia akan pergi. Sesaat itu pula dia memberi tahu lewat pesan singkat meminta doa agar semuanya lancar. Dia pergi menjemput panggilan-Nya ke tanah suci. Sungguh, ini lebih dari yang dibayangkan. Lebih dramatis dari yang di Skandinavia. Imajinasi saya meleset. Terlalu liar. 

Terlebih, dia mengharap saya mendoakan agar dia dan si ‘the guy’, siapapun pria beruntung itu untuk menjadi muhrim selamanya. Oh Tuhan, sahabat saya ini sudah besar. Perasaan saya campur aduk. Saya bahagia sekali mendengar kabar baik itu, sampai saya tidak tahu saya harus apa. Saya menangis. Menangis untuk kebahagianmu. Saya  tahan sekuat mungkin agar air mata ini tidak terjatuh ketika kau memberitahu ini di kelas. Tercekat itu memang tidak enak, jadi keluar juga. 

Maaf saya tidak bisa bertemu denganmu akhir pekan lalu, padahal sudah saya rencanakan ke Bandung. Pekerjaan memang selalu menang, saya juga heran. Saya rindu kamu, Milta. Rindu memburu gigs, membuat yang lain memandang sinis ketika kita makan bareng datau mengobrol akbrab dengan para personel itu, Fettuccine, nasi goreng kamu tidak lupa itu kan? menyeruput kopi di warung pinggir jalan, mengabaikan umpatan pelan mereka ketika mengobrol dengan bahasa inggris di angkot, berdiskusi tentang musik politik budaya sampai surga dan neraka, berdebat hebat tentang apa itu sebenarnya musik folk, duduk di rumput bermain gitar juga meneriakan “I didn’t understaaaaaaaaaaaaaaaand” kepada pinus- pinus di De Ranch sebagai protes kita terhadap perspektif ‘mereka’ yang mayor. Ya, kita memang minor.  

Kamu tidak lupa bawa amunisi kan? Pasti kamu bawa Grizzly Bear, Bon Iver, Fleet Foxes, Local Natives, Andrew Bird. Sebenarnya lagu- lagu itu lebih cocok diputar di Skandinavia. Saran saya kamu bawa “The Middle East” dan lagu- lagu yang ada di playlist Remedy. Oh iya ya kamu disana kan mau ibadah hehe. Saya rasa kamu cerdik menangkap hal menarik disana. Apapun itu, pamerkan kepada saya ya.  Kamu tau sekarang saya sedang dengar “In The Aeroplane Over The Sea” nya Matt Pond PA.



"And one day we will die
And our ashes will fly from the aeroplane over the sea
But for now we are young
Let us lay in the sun
And count every beautiful thing we can see
And we meet on the cloud, we’ll be laughing out loud." 

Sudah 7.30, saya harus bersiap ke sekolah supaya bisa keliling dunia juga hehe. Maksimalkan ibadahmu disana, selipkan doa untukku, ya Milta. 

Sunday 15 April 2012

Showered by Zeke


Akhirnya, setelah puluhan windu, gue nonton gig juga hehe. Berasa disiram sama rohani tau gak lo, siraman rohani donk? Haha. After weeks having no holiday, dealing with reports and newsssss, finally I was there in Goethe with Indra watching 2nd album concert and mini exhibition “Fell in Love with the Wrong Planet”. He told me that event, thing I love so much, yeah indie! So, what we were waiting for? Go! Moreover, there were two personnels of Efek Rumah Kaca whom I really know: Cholil and Akbar. Gue ngebayangin nanti bakal kayak acara “Temu Kangen” angkatan sekian. 

We were at venue. Whoa! I badly miss that moment, gig things! Light, music, those people with their own styles. Happy? Yes! A bit hard to go in regarding the crowd was super fantastic, filled the room. Setelah sempal- sempil sana sini gue dan Indra bisa masuk juga. 

Ini kali pertama gue nonton live Zeke cuma  denger- denger doank kalau aksi mereka itu gila, panggung cuma punya mereka. Kostum dan propertinya itu loh, unik! Lebih dari itu deh buat ngedeskripsiinnya. Gilak banget! Karena para entah siapa itu personnel atau bukan pada pake topeng, jadi gak terlalu terlihat dan ‘ngeh’ mereka itu siapa.

Ternyata eh ternyata pria di balik kostum stoberi itu adalah Cholil Mahmud, vokalis efek rumah kaca (ERK)  dan wajah dibalik topeng ultraman itu tidak lain tidak bukan yang tidak tidak Akbar, drummer ERK.  Bagi gue sih langka banget mereka bergaya seperti itu haha. 

Ternyata musiknya “riuh”, ramai sekali dengan ini dan itu. Badut, tetarian, properti. Tetapi, itu semua tidak membuat sang ayah, Agum Gumelar pergi meninggalkan acara anaknya begitu saja. Selain itu, ada juga pameran dan stand- stand merchandise band. Jadi inget waktu nge-gigs di Bandung dulu, gue sama Milta kebagian tugas jagain stand ERK, hehe.
Ah ngemeng mulu, ini liat aja hehe….

Itu Cholil yang pake kostum stroberi. 

  

Kalo kata Indra kayak karnaval.



Finally, ballooooooons


Tadinya gue mau bawa itu semua- mua balon, tapi takut disangka mau gelar lapak di Pasar baru. 

P.S: Hm Poppy is much cuter with the mask on it. #nohardfeeling #justsaying hehe 
Mata gue berasa digelantungin anak monyet nih. Good night, fellas! 
Ada yang ngebisikin ~besok investigasi lagiiii  -___-

Thursday 12 April 2012

Stupidity

Why this tears are falling again? I feel so stupid this night. I'm just exhausted. It's not about the piles of assignment that I must finish before the horrifying deadline. It's more than that. Regarding I'm twenty something, but still act like a teenager. It's much worse than buying something with a leaf. Bad example of comparison I guess.

I'm terribly sleepy but I can't sleep. I wish I could tell somebody. I don't blame you, I blame myself.

Wednesday 11 April 2012

Far, Fly, Fade (Away)

Those words that you wrote on a postcard is
as cold as the winter chill
seems to me that it's not a priority
this is just another little sign
that you're fading
but I'm still waiting....
and I'm still waiting....
I'm still waiting....
...

Tawa Mereka

Lihat,


Tawa itu...

Monday 9 April 2012

Sedikit Cerita

Tuhan, terima kasih ya untuk hari ini. Ada saja yang buat saya tertawa, walaupun saya terserang pilek siang tadi padahal pagi hari saya segar bugar dan kalau kata teman saya, selalu lincah. Haha.

Maafkan saya Tuhan, hari ini saya cengeng. hehe.

Sunday 8 April 2012

Lion Hair

Entah kebiasaan atau apa, saya sering sekali melinting- linting helaian rambut saya. Bukan hanya itu memainkannya hingga berantakan merupakan hal yang seringkali tak terhindarkan ketika saya sedang berpikir terutama ketika menulis. Mungkin, ide- ide itu akan segera keluar dengan memainkan rambut ini haha.

Mulai ujung hingga pangkal rambut saya mainkan. Saya jepit, saya buat belah tengah, belah pinggir, kuncir dua, kuncir buntut kuda, kuncir bakpao, ah macam- macam. Bahkan, secara tidak sadar rambut saya sudah berbentuk kepang dua seperti gadis yang ada di video klip "Mrs. Cold- Kings of Convenience". Ya, seperti dia yang saya rasa adalah representasi dari "Callie", tokoh favorit dalam novel "Cut" karya Patricia MacCormick.

Ada yang bilang rambut saya ini mirip teman Harry Potter, Hermione Granger. Tapi, menurut saya itu berlebihan. Malahan, menurut saya sendiri rambut saya ini mirip rambut singa yang mengembang tak beraturan. Apalagi, kalau terhempas angin, semakin liar dia haha. Saya juga kadang tidak peduli dengan rambut singa ini. Seringkali tidak rapi. Orang- orang kadang gemas sendiri. Ada yang bilang rambut jaman dulu (jadul), bahkan teman saya bilang seperti rambut pengemis. Haha sialan, biar saja.

Walaupun terkesan cuek, saya juga rajin merawat rambut (kenapa terkesan seperti iklan shampo?), walaupun tidak serta merta ke salon setiap minggu. Saya paling suka ketika bangun tidur ketika rambut saya sangat berantakan dan muka saya masih bantal. Tetapi, saya merasa cantik (ehem) karena itulah diri saya yang asli, tanpa bubuhan make up dan dirapi- rapikan.

I do love this lion hair. Haha. 


p.s: Oya, aksi brutal memainkan rambut itu hanya dilakukan di rumah, atau di ruangan pribadi saya. Kalo di kelas tentu saja tidak, kecuali kalau gak sadar. hehe.



Don't Worry, Mom.

My mom seems worry about me. Yes, she does worry since I didn't go home this week. I had to do such an extra assignment. What can I call "liputan khusus" in English? Special Report? Huh, pretty much describing. The messages were sent frequently asking what I was doing, whether I had breakfast, lunch, and dinner, where I was in and other common questions asked by mom or your closed relatives.

Don't worry mom, your daughter is fine here. Actually, going home is what I want after being hectic in a week. However, this is what I accept and I enjoy it. I miss you too, Mom.

Saturday 7 April 2012

If we don’t, who will
James Nachtwey - A war photojournalist

Manyun

Kalo lagi bete, gue cuma bisa manyun kayak gini


Manyun.

Rush River

After days trapped in the rushing river, now let me lay in lakes. Still, I have something to consider. Yea, it's hard. To be honest, I really want to make this day very very relax and breezy even though I still have duty to write. Furthermore, the wedding invitation are wandered in my mind. My friend when I was at primary school will be soon pronounced as a wife of a lucky guy out there.

Attending her party has been scheduled from days ago, but this deadline seems killing me. I don't know whether i would in a rush going there and coming back here in a very hectic Monday and I don't know when I will finish my work or just stay here with no having moment of meeting her and friends.

In other words, it feels like laying in lakes and suddenly dragged along by the rush of river. 




Friday 6 April 2012

Matahari Tomat Merah


Saya sudah pindah kost sekitar dua minggu yang lalu. Padahal awalnya saya kuatir akan melanjutkan kost di sana lagi lantaran kost baru yang akan saya tempati di daerah Kramat Lontar sudah ada yang penghuninya. Sial memang ketika jumlah uang muka yang hanya puluhan ribu mengalahkan logika penjaga kost itu. Akhirnya, minggu pagi yang ajaib itu saya menemukan kost ini. Ajaib memang, hanya ada satu kamar lagi yang kosong. Tanpa pikir panjang saya memutuskan akan pindah hari itu juga. 

Ada empat lantai di kost ini dan saya menempati lantai tertinggi itu. Perlu tenaga ekstra untuk naik dan turun tangga setiap harinya. Jadi lebih teliti memeriksa barang- barang sebelum keluar kost, karena kalau misalnya kunci ketinggalan, saya harus berpacu dengan puluhan anak tangga itu, naik dan turun lagi. Terlebih, jarak yang harus saya tempuh ke “sekolah” lebih jauh. Biasanya hanya lima menit jalan kaki  dari kost yang dulu, sekarang 15 menit. Tak apa, sehat hehe (alibi). 

Selain hargan sewa perbulannya masih terjangkau untuk saya, ada yang saya suka disini. Di balik jendela koridor lantai ini terlihat puncak lidah api Monumen Nasional ( Monas), kubah Masjid Istiqlal, dan Gereja Katedral. Sesekali ada kereta yang pergi dan menuju Stasiun Juanda yang jaraknya tidak terlalu jauh juga. Suara klakson dan desingan kereta pun seringkali terdengar, tetapi hal itu tidak terlalu mengganggu saya. Tidur saya masih nyenyak buktinya hehe. 

Saya juga terkejut ketika pagi menjelang setelah malam pertama saya tidur di kamar nomor 34 itu, saat itu saya hendak ke kamar mandi dan mata saya disibakkan oleh semburat cahaya matahari di ufuk timur sana, terselip oleh gedung- gedung tinggi. Saya suka itu, matahari yang merah dan besar seperti buah tomat. Senyum saya tak terhindari walau mata ini masih menyipit. Alhamdulillah.

Ketika saya pulang sekolah, saya juga menyaksikan cahaya si matahari tomat itu yang terselip gedung- gedung tinggi. Perjalanan yang kira- kira hampir 1 km itu dengan berjalan kaki ditempuh dengan lagu tra..la..la..la di kepala saya ini. Saya beruntung kost ini tepat sekali di samping masjid. Suara adzan dan shalawat memang ampuh menyejukan hati ketika masalah memang tak bisa dihindari. Juga, suara- suara surau mengingatkan masa kecil saya. Teringat tentang mengaji bersama, bermain ketika bulan ramadhan, dan idul fitri. Momen yang tak terkalahkan di hati saya. 

Tempat tinggal baru, teman baru, pekerjaan baru, tantangan baru, semangat baru, terus tersenyum dan menyetel lagu- lagu yang tak pernah berhenti di kepala saya ketika masalah hanya ikut- ikutan saja di pundak ini. 

Kata- kata saya kaku ya? Haha. Saya masih sangat pemula untuk menulis yang kata- katanya indah mengalun merdu, sementara teman- teman sepelatihan saya banyak sekali yang jago menulis. Mau bukti? Coba deh cek ini lensasusdape17.wordpress.com atau boleh juga kok mengecek kumpulan berita yang saya buat di senjadibandara.wordpress.com
Comments are opened. 

Keluarlah dari zona aman kalian :) 



Saya sedang buru- buru, tidak bisa menjelaskan satu per satu gambar ini. You know pictures could talk so much :)