Thursday 27 March 2014

Monoton

Berangkat pukul 10 atau 11 pagi ke markas besar, membuat berita hingga pukul 5 sore, seringnya masih tersisa. Kemudian pulang ke kost, menaruh motor lantaran belum dapat akses parkir gratis di kantor dan khawatir tidak kebagian lahan parkir di kost kalau baru pulang malam. Membuka pintu kamar hanya untuk menaruh helm motor dan mengambil helm sepeda, kadang merangkak agar tak perlu membuka sepatu lagi.

Kemudian, naik sepeda ke kantor, melawan arus. Ya, melawan arus melalui trotar karena itu cara tercepat untuk sampai di kantor berita milik negara ini. Ngos-ngosan, dan masih harus memanggil satpam untuk mengambil kartu dan menggembok sepeda ini agar aman.

Di kantor, bukannya tinggal absen, tapi mengerjakan sisa berita yang tadi belum tersentuh. Kadang makan siomay depan kantor kadang makan mie instan pantry beli di Pak Ade saking enggak sempatnya beli makan yang normal dan sehat. Malas juga sih kalau untuk turun lagi dari lantai 20 ini.

Sekitar pukul 11 pulang ke kost. Ada rasa yang tidak puas, rasanya  ingin berteriak ketika harus bertemu dengan tembok dan tembok lagi. Padahal 24 jam sudah hampir dihabiskan, mengapa masih kurang? Ada bagian dalam tubuh ini yang belum terpenuhi. Kesenangan dan rasa nyaman.

Rasanya ada yang memerintahkan dalam tubuh ini secara otomatis kalau saya harus “membayar” apa yang telah saya korbankan selama seharian dipenuhi dengan bekerja dan bekerja. Saya ingin memuaskan rasa yang belum terpenuhi itu, namun besok saya harus bangun pagi, bekerja lagi. Belum lagi terbentur dengan aturan ini itu. Program ini dan itu.

Susah memang menjadi tipikal “extrovert” yang harus bertemu orang agar energi ini terkumpul kembali. Saat ini, saya rasa kejenuhan ini memuncak karena selama kurang lebih tujuh tahun saya mengkost. Saya hanya ingin bertemu orang ketika pulang, untuk mengobrol sebentar melepas penat. Saya ingin pulang ke rumah.

NP: Lekas sembuh, Snowy :)

0 comments:

Post a Comment